
Semasa kecil, biasanya orang pernah ditanya tentang cita-cita. Termasuk Suwardi, pemilik usaha Mie Sumber Urip. Ia mengaku cita-citanya tidak muluk-muluk, hanya ingin mengubah nasib ekonomi keluarganya. Apapaun caranya yang penting halal.
“Kalau diceritakan pengalaman sebelum jadi pengrajin mie, mungkin nggak akan selesai. Tapi pertama itu merantau diajak teman bantu-bantu berjualan mie dan bakso. Selepas itu saya jualan macam- macam, dari jualan jamu keliling, cilok, nasi goreng, bakso, hampir semuanya saya kerjakan,” ungkap Suwardi.
Memasuki usia 17 tahun, Suwardi yang hanya berbekal pendidikan SD memutuskan merantau ke seberang pulau. Dari tanah kelahirnnya di Kabupaten Sukoharjo, ia memberanikan diri hijrah ke Kota Mataram, Lombok untuk membantu temannya berjualan mie goreng dan baso.
Ibarat peribahasa sambil menyelam minum air, demikian pula Suwardi sembari bekerja ia berusaha menabung untuk modal buka usaha mie sendiri. Di tahun 2011, ia akhirnya berhasil menyewa tempat untuk jualan mie ayam meski bukan buatan sendiri.
Sekitar 8 bulan berselang, ia bertekad untuk buka usaha mie sendiri. Ia pun belajar kepada adiknya yang sudah lebih dulu terjun menjadi pengrajin mie. Dalam waktu seminggu, Suwardi mahir membuat mie. “Ternyata capek buat mie mentah sendiri, jadi sempat saya putuskan untuk membantu teman-teman penjaja mie dalam memproduksi mie mentahnya,” akunya.
Tapi tak lama, Suwardi akhirnya memutuskan menjadi pengrajin mie. Setelah beberapa kali produksi, ia mempercayakan tepung terigu Cakra Kembar produksi Bogasari sebagai bahan baku utama.
“Awalnya saya belum tahu pasti mana tepung yang bagus. Saya coba ini itu akhirnya ketemu tepung Bogasari. Ketika mengunakan tepung lain untuk mie ayam, rasanya kurang kenyal dan tidak tahan lama. Sepengalaman saya, Cakra Kembar lah yang terbaik untuk bikin mie. Dan itu saya gunakan sampai sekarang,” ungkap pria kelahiran 27 September 1968 ini.
Perlahan usaha Mie Sumber Urip kian tumbuh. Para penjaja yang dulu dia bantu pun menjadi pelanggan utamanya. Konsumsi terigu yang awalnya hanya kiloan per hari, berkembang jadi 2 sak atau 50 kg. Kalau lagi produksi banyak ia dibantu istri terkasih Sri Mulyani.
Usahanya semakin berkembang seturut dengan mulai menjamurnya penjaja mie ayam di Mataram. Ia juga mulai merekrut karyawan untuk membantu produksi. Agar lebih maksimal, Mie Sumber Urip juga beralih dari peralatan manual ke mesin produksi. “Alhamdulillah, di tahun 2015, saya bisa membeli mesin mie yang dikirim dari Jawa. Kapasitas produksi mienya melonjak drastis. Bisa menjadi 6-7 sak per hari saat itu,” kenang ayah 3 anak ini.
Kini usaha Mie Sumber Urip memiliki 5 karyawan dan mampu memproduksi 10 sak atau seperempat ton tepung terigu Cakra Kembar setiap harinya. Tidak hanya memproduksi mie ayam, tapi bahan kulit pangsit dan pangsit goreng. Semuanya diproduksi di rumah tinggalnya.
“Untuk saat ini, produksi dimulai pukul 3 dini hari sampai pukul 10 pagi. Penjualan mie di pasar dan pendistribusian pesanan yang masuk melalui short message service (SMS) mulai sekitar pukul 06.00 – 09.00 WITa,” papar Suwardi.
Produk mie ayam dijual dalam 2 jenis harga. Pertama dengan sistem kiloan mie, yakni 1 kg mie dijual dengan harga Rp 12 ribu. Kedua dengan kiloan tepung terigu, yang mana 1 kg tepung terigu dijual Rp 15 ribu. “Kami berikan dua pilihan itu agar calon pembeli tidak bingung. Karena pembeli kami ada 2 yakni penjaja mie dan penjual mie lagi (re-seller) . Jadi mereka sudah hapal dan tidak bisa dibohongi,” jelasnya.
Karena waktu sisa masih banyak, selain jual mie mentah, Suwardi juga menjual mie matang dengan konsep gerobang mangkal. Ia dibantu karyawannya berjualan dari sore pukul 5 sampai 10 malam. Selain mengisi waktu, juga untuk menambah pendapatan.
Suwardi tidak ingin 3 anaknya tertinggal dalam dunia pendidikan seperti masa lalunya. “Alhamdulilalh 2 anak kami sudah sarjana dan hidup bahagia. Tinggal si bontot yang masih SMP. Dan kami bersyukur, dulu memilih Cakra Kembar untuk membuat mie. Jujur, saya mengucapkan terima kasih kepada Bogasari, Saya merasa ada perubahan hidup setelah mengenal Bogasari, terima kasih,” ucapnya penuh haru dan bangga. (EGI/ RAP/DEO)
-
Hasil Usaha Berbekal Ijazah SmaMenikmati sajian kuliner lotek, tentunya akan mengingatkan kita pada lotek khas Jawa. Namun tahu kah Fans Bogasari bahwa terdapat varian lain dari lotek yakni lotek khas Sumatera Barat? Seperti halnya dengan lotek khas Jawa, lotek khas Sumatera Barat juga menggunakan sayuran dan saus kacang. Namun bedanya, lotek orang Minang ada campuran mie kuning dalam setiap hidangannya.POSTED: 21 Sep '200
-
Sukses Mewarisi Resep NenekKisah usaha “Monica & Loren” yang berlokasi di Lampung seolah mengingatkan kita pada halaman awal tentang “Adila Snack” di Jambi yang mengawali sukses dari camilan keluarga. Wati Imbarti pemilik Adila Snack , adalah ibu rumah tangga yang coba membuat camilan keripik bawang untuk keluarga. Tak disangka berkembang menjadi sebuah usaha yang cukup sukses.POSTED: 14 Sep '200
-
Pemain Lama Yang Sukses BertahanDarwin Sofjan memulai usaha roti rumahan sekitar tahun 1992 silam. Karena berasal dari produksi rumahan itulah ia memberikan nama usahanya “Home Made Bakery”. Saat itu, ia hanya dibantu istri dan 1 karyawan untuk membuat roti dan menjualnya di stan yang ia sebut I-land unit. Ditambah dengan 15 sales yang berjualan secara keliling menggunakan sepeda.POSTED: 11 Agu '200
Silahkan login terlebih dahulu untuk mengirimkan komentar.